Pemindahan Frekuensi Smartfren Cacat Hukum
Anggota Komisi IDPR RI, Tantowi Yahya menilai pemindahan Frekuensi Smartfren dari Frekuensi 1900 MHz ke Frekuensi 2,3 GHz adalah proses yang cacat hukum. Hal tersebut disampaikan Tantowi Yahya kepada Parle, Rabu (2/4).
Sebagaimana beredar wacana di masyarakat bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akan memindahkan Smartfren dari Frekuensi 1900 MHz ke 2,3 GHz dengan alasan terjadi gangguan sinyal perangkat radio Smartfren terhadap operator 3G Global System for Mobile Communication (GSM) yang beroperasi pada frekuansi 1800 Mhz.
Dari pemindahan tersebut operator yang berada dibawah naungan Sinar Mas Group itu akan mendapat tambahan frekuensi hingga empat kali lipat. Konon, hal ini akan membuka peluang terjadinya korupsi yang akan merugikan Negara.
“Frekuensi adalah ranah terbatas milik rakyat yang penggunaannya seutuhnya untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga jika ada perubahan atau pemindahan kepemilikan, penjualan atau penyewaan frekuensi haruslah melibatkan rakyat atau DPR sebagai representasi rakyat Indonesia. Namun kenyataannya Kemkominfo sama sekali tidak melibatkan DPR,” jelas Tantowi.
Dilanjutkan politisi dari Fraksi Partai Golkar ini, ia menilai di saat masa peralihan DPR atau injury time ini sepertinya dimanfaatkan pemerintah untuk membuat keputusan strategis yang menyangkut kedaulatan rakyat dan aset terbanyak milik rakyat, seperti halnya pemindahan frekuensi smartfren ini. Padahal sesuai undang-undang pemindahan frekuensi hanya bisa dilakukan atas persetujuan DPR.
“Pemindahan frekuensi Smartfren itu walau menggunakan Permen (Peraturan Menteri), namun tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya yang merupakan produk DPR,” tegas Tanto, begitu ia biasa disapa.
Meski demikian dikatakan Tantowi, Komisi I tidak akan tinggal diam, usai masa reses bulan Mei mendatang pihaknya akan langsung memanggil Menkominfo untuk memberikan klarifikasi serta penjelasan terkait rencana tersebut. Dan jika kemudian terjadi pelanggaran Undang-undang yang akibatnya bisa menimbulkan kerugian negara tentu hal tersebut harus diusut secara tuntas. (Ayu)/foto:iwan armanias/parle.